Bos Properti Penasaran Kok Bisa Backlog Perumahan di RI 10 Juta Ketua Umum Realestat Indonesia (REI) Joko Suranto sudah berkali-kali menyebutkan keutamaan mempunyai rumah layak tinggal. Karena, rumah layak tinggal adalah salah satunya tanda kesejahteraan, dan sudah bisa di buktikan berperanan menekan stunting dan kemiskinan.
Karenanya, ia mengharap pemerintahan memberi jatah perhatian dan peraturan lebih terarah dan tentu, terkonsolidasi saat menuntaskan beberapa tantangan yang membuat orang susah mempunyai rumah, yakni rumah layak tinggal. Hal tersebut, katanya, sudah di amanatkan dalam Undang-Undang.
Apalagi, lanjut Joko, tidak ada pengurangan krusial backlog perumahan atau ketimpangan pemilikan rumah di Indonesia.
“2010, data BPS backlognya 13,lima juta. 2020 backlognya 12,lima juta. Di dalam 1 dekade pengurangan backlog itu benar-benar kecil. Mengapa? Banyak faktor tentunya. Dari segi hal pemberian izin, peraturan, penganggaran, dari fasilitas oleh sebuah lembaga yang bertanggungjawab harusnya,” kata Joko dalam Propertinomic Indonesia, Rabu (3/7/2024).
“Tetapi kita kesusahan siapakah backlog itu, berada di mana mereka? Selanjutnya kriterianya seperti apakah backlog itu?,” cetusnya.
Karenanya, ia merencanakan akan melangsungkan tatap muka dengan BPS untuk menganalisa data backlog perumahan di Indonesia, termasuk siapa pun yang masuk ke kriterianya.
“Hingga pada waktunya dengan program tiga juta rumah kelak kita dapat jalan. Karena kriterianya telah ada, pembangunannya juga matching,” katanya.
“Cukup aneh saat ini saat di pastikan data BPS 12,57 juta, selanjutnya data Susenas menjadi 10 juta, tetapi ada oversupply apartemen. Ada kesusahan jual. Tarohlah ada penekanan penghasilan pada yang 10 juta itu, mustahil semua, 50% telah besar,” tegasnya.
Karena itu lah, terang Joko, dengan mengonfirmasi profile 10 juta backlog itu jadi penting, hingga peraturan yang hendak di ambil cepat dan tepat.
Joko juga tidak menolak, dengan keadaan itu, di butuhkan kementerian atau tubuh khusus yang tangani perumahan di Indonesia.
Baca juga: BYD Gabung Gaikindo Usai Impor Mobil Listrik Dibuka Pemerintah
1. Realitas Backlog Perumahan
Backlog perumahan adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kekurangan jumlah unit rumah yang dibutuhkan oleh masyarakat dibandingkan dengan yang tersedia. Di Indonesia, backlog ini telah menjadi masalah serius selama bertahun-tahun. Dengan populasi yang terus bertambah dan urbanisasi yang meningkat pesat, kebutuhan akan perumahan pun meningkat tajam.
Namun, penyediaan perumahan tidak mampu mengejar pertumbuhan permintaan. Akibatnya, banyak keluarga terpaksa tinggal di tempat yang tidak memadai, seperti rumah sewa yang sempit, rumah kumuh, atau bahkan tidak memiliki tempat tinggal sama sekali. Kondisi ini tidak hanya mempengaruhi kualitas hidup mereka, tetapi juga berdampak pada kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial.
2. Faktor Penyebab Backlog Perumahan
Ada beberapa faktor yang berkontribusi terhadap backlog perumahan di Indonesia. Memahami faktor-faktor ini adalah kunci untuk mencari solusi yang efektif.
a. Pertumbuhan
Penduduk dan Urbanisasi
Pertumbuhan penduduk yang cepat adalah salah satu penyebab utama backlog perumahan. Setiap tahun, populasi Indonesia bertambah sekitar 3 juta jiwa. Sementara itu, tingkat urbanisasi yang tinggi membuat banyak orang pindah ke kota-kota besar untuk mencari pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik. Kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung menjadi magnet bagi para pendatang, sehingga kebutuhan perumahan di daerah perkotaan meningkat drastis.
b. Keterbatasan Lahan
Lahan untuk perumahan semakin sulit didapatkan, terutama di daerah perkotaan. Harga tanah yang terus melambung tinggi membuat pembangunan perumahan menjadi sangat mahal. Akibatnya, banyak pengembang memilih untuk mengembangkan properti komersial yang lebih menguntungkan daripada perumahan rakyat.
c. Keterbatasan Finansial
Banyak keluarga di Indonesia yang tidak memiliki kemampuan finansial untuk membeli rumah. Meskipun ada program pembiayaan perumahan dari pemerintah, seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bersubsidi, tetapi tidak semua orang memenuhi syarat untuk mendapatkan fasilitas tersebut. Tingginya suku bunga KPR juga menjadi hambatan bagi banyak keluarga untuk memiliki rumah.
d. Birokrasi dan Regulasi
Proses perizinan dan regulasi yang rumit sering kali memperlambat pembangunan perumahan. Pengembang harus melalui berbagai tahap birokrasi yang memakan waktu dan biaya. Selain itu, kebijakan yang tidak konsisten antara pemerintah pusat dan daerah juga menjadi kendala dalam penyediaan perumahan.
3. Dampak Backlog Perumahan
Backlog perumahan memiliki dampak yang luas dan mendalam bagi masyarakat. Kondisi perumahan yang tidak memadai dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, seperti kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial.
a. Kesehatan
Tinggal di rumah yang tidak layak dapat berdampak buruk pada kesehatan penghuni. Lingkungan yang padat, sanitasi yang buruk, dan ventilasi yang tidak memadai dapat menyebabkan berbagai penyakit, seperti infeksi saluran pernapasan, penyakit kulit, dan penyakit menular lainnya.
b. Pendidikan
Anak-anak yang tinggal di lingkungan perumahan yang tidak memadai sering kali menghadapi kesulitan dalam belajar. Kurangnya ruang belajar yang nyaman dan tenang dapat mengganggu konsentrasi mereka. Selain itu, akses yang terbatas ke fasilitas pendidikan juga dapat menghambat perkembangan akademis mereka.
c. Kesejahteraan Sosial
Ketiadaan rumah yang layak juga berdampak pada kesejahteraan sosial. Keluarga yang tidak memiliki tempat tinggal yang aman dan nyaman cenderung mengalami stres dan ketidakstabilan emosional. Hal ini dapat mempengaruhi hubungan keluarga dan interaksi sosial mereka.
4. Upaya Mengatasi Backlog Perumahan
Mengatasi backlog perumahan membutuhkan kerjasama antara berbagai pihak, termasuk pemerintah, pengembang, dan masyarakat. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengatasi masalah ini:
a. Program Perumahan Bersubsidi
Pemerintah perlu terus memperkuat program perumahan bersubsidi, seperti KPR bersubsidi, untuk membantu keluarga berpenghasilan rendah memiliki rumah. Selain itu, perlu ada upaya untuk memperluas jangkauan program ini agar lebih banyak keluarga dapat memanfaatkannya.
b. Penyederhanaan Birokrasi
Proses perizinan dan regulasi perlu disederhanakan untuk mempercepat pembangunan perumahan. Pemerintah perlu bekerja sama dengan pengembang untuk mengurangi hambatan birokrasi dan menciptakan kebijakan yang lebih konsisten antara pusat dan daerah.
c. Pengembangan Kawasan Baru
Pengembangan kawasan perumahan baru di pinggiran kota dapat menjadi solusi untuk mengatasi keterbatasan lahan di pusat kota. Pemerintah dan pengembang perlu bekerja sama untuk menyediakan infrastruktur dan fasilitas yang memadai di kawasan baru ini agar dapat menarik minat masyarakat untuk tinggal di sana.
d. Peningkatan Kesadaran dan Edukasi
Masyarakat perlu diberikan edukasi tentang pentingnya memiliki rumah yang layak dan cara mengakses program pembiayaan perumahan. Peningkatan kesadaran tentang hak-hak perumahan juga dapat mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam mengatasi masalah backlog perumahan.